Lunturnya unggah-ungguh mempunyai korelasi dengan perkembangan zaman dan
teknologi, ,mengapa hal ini bias terjadi?. Masihkah unggah-ungguh terpelihara ditengah
masyarakat modern ini? Apakah kita harus menjauhi kemajuan zaman yang modern
ini agar kehidupan remaja kita bisa seperti dulu lagi?.
Kita selaku orang yang beragama masih mengedepankan
unggah-ungguh, sementara kita sebagai orang Jawa mempunyai budaya yang saling
mengahargai dan menyayangi kepada sesama serta menghormati kepada yang lebih
tua. Ini dimanifestasikan dalam budaya Jawa terdapat tata krama dengan ucapan
melalui Bahasa Jawa, dengan Bahasa Jawa itulah yang akan menuntun anak-anak mengerti akan sebuah unggah-ungguh.
Dari waktu ke waktu unggah-ungguh ini mengalami
degradasi. Bayangkan saja remaja zaman sekarang memiliki tutur kata dan
perilaku yang sangat berbeda dengan zaman dahulu. Pelajaran Bahasa Jawa erat
kaitannya dengan unggah-ungguh, karena Bahasa Jawa terdiri atas beberapa
tingkatan, artinya dalam berkomunikasi harus memperhatikan tingkatan orang yang
diajak bicara. Sekarang pelajaran Bahasa Jawa yang ada di sekolah-sekolah hanya
sebagai formalitas, dengan adanya rencana pengahapusan mata pelajaran ini erat
kaitannya dengan tata krama peserta didik, masih ada mata pelajaran Bahasa Jawa
saja banyak yang tidak bisa boso.
Apalagi nanti kalau dihapuskan???. Dalam pengaplikasiannya anak-anak tetap saja
menggunakan Bahasa Jawa ngoko.
Ketidak mampuan menggunakan bahasa jawa dengan baik, menjadi salah satu
faktor penyebab ditinggalkannya nilai-nilai tata krama. Kalau benar-benar
setiap individu pengguna bahasa yang bertata krama konsekuen antara yang
diucapkan dengan yang dilakukan, tentu akan berimbas pada tingkah laku di
masyarakat.
Dahulu ketika orang tua memarahi anaknya, sang putra
takut mengajukan keberatan, menatap orang tua pun dianggap keterlaluan. Dahulu
cara berpakaian yang sopan adalah memperlihatkan wajah, tangan, dan kaki. Sekarang
hal itu dianggap mengahambat gerakan, tidak efisien dan kuno. Dahulu kalau pria
dan wanita remaja yang kedapatan jalan berduaan langsung diprotes, sekarang
kalau seorang wanita berjalan sendirian dibilang kesepian, pria berjalan
sendirian dibilang ketinggalan.
Kurang berhasilnya pendidikan karakter dalam lembaga
pendidikan untuk menanamkan dan mengajarkan nilai-nilai kesopanan kepada para
peserta didik sehingga banyak pelajar yang menyimpang dari garis kaidah dan
norma-norma yang berlaku di masyarakat. Program ini belum dikatakan berhasil
untuk mengatasi problematika pelajar yang masih bisa disebut jiwa-jiwa labil
ini. Banyak dari mereka mengekspresikan jati diri mereka dengan berbagai
tindakan negatif seperti tawuran antar pelajar, bergabung bahkan membuat geng
montor yang urak-urakan sehingga menimbulkan keresahan tidak hanya dari
keluarga mereka tapi lingkungan masyarakat luas. Kata ”maaf, permisi, dan
terima kasih” adalah beberapa kata yang tidaklah susah untuk dihafal, namun
kenyataannya tidaklah banyak anak sekarang yang mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari. Menganggap bahwa hal itu tidak penting sehingga mereka
sungkan untuk mengucapkan kata-kata kecil itu. Beberapa penyebab dari semua
masalah ini adalah:
Dengan adanya teknologi yang sangat mudah diakses dan
transparan tanpa batas, membuat anak-anak zaman sekarang meninggalkan atau
bahkan lupa bagaimana cara bertutur kata dan bertingkah laku sopan terhadap
orang yang lebih tua. Ilmu teknologi itu sendiri bisa bermanfaat dan bisa jadi madharat.
Kalu kita mendownload sesuatu
yang tidak baik berarti kita sudah ikut menginvestasi kemaksiatan. Kemajuan
Globalisasi yang sudah seperti ini, kalau dulu kita mencari maksiat, sekarang
kita yang dicari maksiat.
Perlu diketahui bersama bahwa unggah-ungguh sendiri warisan dari budaya jawa, maka kita
sebagai orang jawa yang baik kita harus menjaga budaya agar tidak terkikis oleh
kemajuan zaman yang di sisi lain semakin mencekam.Namun dalam praktiknya banyak
remaja yang tidak mempedulikan hal semacam itu, ia lebih mengikuti trend
atau gaya masyarakat perkotaan dan mengabaikan kebiasaan nenek moyang yang dulu
melekat pada diri masyarakat Jawa. Mereka merasa malu dan tidak mengikuti trend masa kini kalau kini masih
menggunakan Bahasa Jawa.
Sebagai mahasiswa yang baik hendaknya kita
mempertahannkan unggah-ungguh orang jawa dalam berbicara, dan kita bisa
mempraktikkannya kepada orang tua kita atau dosen-dosen bahkan kepada
teman-teman kita. Tanpa kita sadari ternyata banyak kesalahan yang kita lakukan
atau ucapan kepada orang yang lebih tua, misalnya ketika kita mendengarkan
orang lain berbicara malah kita memotong pembicaraan tersebut, atau ketika
dosen menjelaskan materi perkuliahan kita malah enak-enak ngantuk seolah-olah
beliau sedang mendongeng. Dengan kita mempertahankan nilai-nilai Jawa yakni
Unggah-ungguh maka kita akan menumbuhkan sifat tawadhu’ dalam diri kita.
Seperti dalil:
من تواضع رفعه الله و من تكبر وضعه الله
Jika kita tawadhu’ maka Allah akan
mengangkat derajat kita, dan jika kita takabur kita akan dijatuhkan oleh-Nya.
Perkembangan zaman tidak dapat
dihindari, kemajuan teknologi tidak dapat dibendung namun kita sebagai
Mahasiswa yang hidup di masa modern ini harus pandai membuat filter.Hindari
pergaulan yang tidak baik karena pergaulan sangat kuat dalam pembentukan watak
seseorang. ”Kumpul apik dadi apik, kumpul ala dadi ala”. Jangan
sia-siakan umur kita pada hari ini, memang benar kita hari ini menjadi pemuda,
tapi esok kita akan menjadi orang tua yang akan memimpin dan mendidik generasi
yang akan datang. Semoga kita menjadi orang yang sholih-sholihah yang
berakhlakul karimah. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar