Social Icons

Sabtu, 19 September 2015

Masihkah Unggah-Ungguh Diunggah

Lunturnya unggah-ungguh mempunyai korelasi dengan perkembangan zaman dan teknologi, ,mengapa hal ini bias terjadi?. Masihkah unggah-ungguh terpelihara ditengah masyarakat modern ini? Apakah kita harus menjauhi kemajuan zaman yang modern ini agar kehidupan remaja kita bisa seperti dulu lagi?.
Kita selaku orang yang beragama masih mengedepankan unggah-ungguh, sementara kita sebagai orang Jawa mempunyai budaya yang saling mengahargai dan menyayangi kepada sesama serta menghormati kepada yang lebih tua. Ini dimanifestasikan dalam budaya Jawa terdapat tata krama dengan ucapan melalui Bahasa Jawa, dengan Bahasa Jawa itulah yang akan menuntun  anak-anak mengerti akan sebuah unggah-ungguh.
Dari waktu ke waktu unggah-ungguh ini mengalami degradasi. Bayangkan saja remaja zaman sekarang memiliki tutur kata dan perilaku yang sangat berbeda dengan zaman dahulu. Pelajaran Bahasa Jawa erat kaitannya dengan unggah-ungguh, karena Bahasa Jawa terdiri atas beberapa tingkatan, artinya dalam berkomunikasi harus memperhatikan tingkatan orang yang diajak bicara. Sekarang pelajaran Bahasa Jawa yang ada di sekolah-sekolah hanya sebagai formalitas, dengan adanya rencana pengahapusan mata pelajaran ini erat kaitannya dengan tata krama peserta didik, masih ada mata pelajaran Bahasa Jawa saja banyak yang tidak bisa  boso. Apalagi nanti kalau dihapuskan???. Dalam pengaplikasiannya anak-anak tetap saja menggunakan Bahasa Jawa ngoko.
Ketidak mampuan menggunakan  bahasa jawa dengan baik, menjadi salah satu faktor penyebab ditinggalkannya nilai-nilai tata krama. Kalau benar-benar setiap individu pengguna bahasa yang bertata krama konsekuen antara yang diucapkan dengan yang dilakukan, tentu akan berimbas pada tingkah laku di masyarakat.
Dahulu ketika orang tua memarahi anaknya, sang putra takut mengajukan keberatan, menatap orang tua pun dianggap keterlaluan. Dahulu cara berpakaian yang sopan adalah memperlihatkan wajah, tangan, dan kaki. Sekarang hal itu dianggap mengahambat gerakan, tidak efisien dan kuno. Dahulu kalau pria dan wanita remaja yang kedapatan jalan berduaan langsung diprotes, sekarang kalau seorang wanita berjalan sendirian dibilang kesepian, pria berjalan sendirian dibilang ketinggalan.
Kurang berhasilnya pendidikan karakter dalam lembaga pendidikan untuk menanamkan dan mengajarkan nilai-nilai kesopanan kepada para peserta didik sehingga banyak pelajar yang menyimpang dari garis kaidah dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Program ini belum dikatakan berhasil untuk mengatasi problematika pelajar yang masih bisa disebut jiwa-jiwa labil ini. Banyak dari mereka mengekspresikan jati diri mereka dengan berbagai tindakan negatif seperti tawuran antar pelajar, bergabung bahkan membuat geng montor yang urak-urakan sehingga menimbulkan keresahan tidak hanya dari keluarga mereka tapi lingkungan masyarakat luas. Kata ”maaf, permisi, dan terima kasih” adalah beberapa kata yang tidaklah susah untuk dihafal, namun kenyataannya tidaklah banyak anak sekarang yang mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Menganggap bahwa hal itu tidak penting sehingga mereka sungkan untuk mengucapkan kata-kata kecil itu. Beberapa penyebab dari semua masalah ini adalah:
Dengan adanya teknologi yang sangat mudah diakses dan transparan tanpa batas, membuat anak-anak zaman sekarang meninggalkan atau bahkan lupa bagaimana cara bertutur kata dan bertingkah laku sopan terhadap orang yang lebih tua. Ilmu teknologi itu sendiri bisa bermanfaat dan bisa jadi madharat.  Kalu kita mendownload sesuatu yang tidak baik berarti kita sudah ikut menginvestasi kemaksiatan. Kemajuan Globalisasi yang sudah seperti ini, kalau dulu kita mencari maksiat, sekarang kita yang dicari maksiat.
Perlu diketahui bersama bahwa unggah-ungguh  sendiri warisan dari budaya jawa, maka kita sebagai orang jawa yang baik kita harus menjaga budaya agar tidak terkikis oleh kemajuan zaman yang di sisi lain semakin mencekam.Namun dalam praktiknya banyak remaja yang tidak mempedulikan hal semacam itu, ia lebih mengikuti trend atau gaya masyarakat perkotaan dan mengabaikan kebiasaan nenek moyang yang dulu melekat pada diri masyarakat Jawa. Mereka merasa malu  dan tidak mengikuti  trend masa kini kalau kini masih menggunakan Bahasa Jawa.
Sebagai mahasiswa yang baik hendaknya kita mempertahannkan unggah-ungguh orang jawa dalam berbicara, dan kita bisa mempraktikkannya kepada orang tua kita atau dosen-dosen bahkan kepada teman-teman kita. Tanpa kita sadari ternyata banyak kesalahan yang kita lakukan atau ucapan kepada orang yang lebih tua, misalnya ketika kita mendengarkan orang lain berbicara malah kita memotong pembicaraan tersebut, atau ketika dosen menjelaskan materi perkuliahan kita malah enak-enak ngantuk seolah-olah beliau sedang mendongeng. Dengan kita mempertahankan nilai-nilai Jawa yakni Unggah-ungguh maka kita akan menumbuhkan sifat tawadhu’ dalam diri kita. Seperti dalil:
من تواضع رفعه الله و من تكبر وضعه الله
Jika kita tawadhu’ maka Allah akan mengangkat derajat kita, dan jika kita takabur kita akan dijatuhkan oleh-Nya.
Perkembangan zaman tidak dapat dihindari, kemajuan teknologi tidak dapat dibendung namun kita sebagai Mahasiswa yang hidup di masa modern ini harus pandai membuat filter.Hindari pergaulan yang tidak baik karena pergaulan sangat kuat dalam pembentukan watak seseorang. ”Kumpul apik dadi apik, kumpul ala dadi ala”. Jangan sia-siakan umur kita pada hari ini, memang benar kita hari ini menjadi pemuda, tapi esok kita akan menjadi orang tua yang akan memimpin dan mendidik generasi yang akan datang. Semoga kita menjadi orang yang sholih-sholihah yang berakhlakul karimah. Amin.

0 komentar:

Posting Komentar